Menyoal Kotak Kardus KPU!

kotak kardus kpu

Modernis.co, Malang — Saat ini kita sedang di dihadapakan dengan problematika yang cukup menantang. Memerlukan peranan intelektual untuk membedah dan menganalisis setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak penguasa.

Pada dasarnya sebuah kebijakan harus kita respon dengan positif tetapi dengan rasionalisasi yang jelas. Tetapi ada kalanya kita harus merespon dengan negatif pula. Dalam artian bersikap curiga akan kebijakan yang dikeluarkan. Yang salah adalah ketika kita berlaku masa bodoh dan tidak mau merespon akan kebijakan tersebut.

Pemilu 2019 “ suara rakyat dalam kardus” menjadi perbincangan yang cukup alot dan panas dikalangan masyarakat indonesia pada umumnya. Sebuah kebijakan yang banyak sekali menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang cukup menarik untuk di perbincangkan. Kenapa harus kardus..?? Apakah itu kardus mie instant atau kardus aqua..?, atau Apakah karena biayanya yang murah dan proses pengirimanya yang mudah..?? Dan atau bahkan ada alasan lain yang lebih logis.

Perlu kita ketahui bersama bahwa revolusi dari kotak suara berawal dari kotak suara berbahan dasar kayu. Berkembang menjadi kotak suara dari aluminium. Di pesta demokrasi tahun ini menggunakan kotak suara berbahan dasar kardus. Meskipun dibeberapa daerah pada pemilu 2014 kotak suara kardus telah digunakan. Mungkin dari nilai ekonomisnya yang memadai dan terjangkau sehingga dipilih dan disepaktilah untuk pemilu tahun ini menggunakan kotak suara berbagmhan dasar kardus.

Situasi menjelang pemilu sama halnya dengan ketika ada lelang barang curian (wartawan Amerika), maksudnya adalah pemilu menjadi buah bibir dan setiap orang yang berkepentingan untuk mencari maupun membeli akan barang curian tersebut. Berbicara tentang bangsa itu harus bebas nilai bukan membawa kepentingan pribadi apalagi kepentingan kelompok, sehingga terciptanya kehidupan yang berkhidmat.

UU no.7 tahun 2017 pasal 341 ayat 1 huruf A tentang perlengkapan pemungutan suara menyatakan bahwa perlengkapan pemungutan suara terdiri atas tujuh elemen salah satunya adalah kotak suara, yang dimana kotak suara tersebut bersifat transparan yakni isi kotak suara harus terlihat dari luar supaya tidak timbulnya kecurangan ketika pemilihan berlangsung.

Pada awalnya kotak pemungutan suara berwarna hitam dimaksudkan agar suara rakyat tersembunyi dan aman. Lambat laun berubah menjadi kotak suara yang transparan dan tembus pandang dengan rasionalisasi supaya adanya keterbukaan dan meminimalisir terjadinya pemanipulasian suara.

Terkait dengan kotak suara berbahan dasar kardus atau karton kedap air itu. Disepakati berdasarkan keputusan dari DPR, Pemerintah dan KPU. Dalam rangka meyakinkan masyarakat  pihak pemerintah melakukan uji coba.  Meskipun jelas bahwa tidak bisa kita bandingkan antara kekuatan dari kotak suara aluminium dan kotak suara kardus, jelas anak SD pun tau aluminium lebih kuat.

Sekarang ini kita bertengkar di masalah teknis. Sebenarnya pemilu itu berbicara masalah etis kita dalam menghadapi problematika yang ada, bukan malah menimbulkan permasalahan baru yang bertujuan untuk memecah belah.

Bahkan bukan persoalan kotak suaranya berbahan dasar kardus atau berbahan dasar aluminium. Yang terpenting adalah keamanan kotak dengna kualitas dan loyalitas manusia terutama dari pihak penyelenggara pemilihan umum (KPU).

Keamanan suara dalam pemilih menjadi unsur terpenting dalam melaksanakan pemilu. Kenapa demikian, berparameter pada tragedi miris yang terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya. Suata hal yang sangat lucu ketika orang gila diikutsertakan dalam meramaikan dan memililih seorang pemimpin. Sudah jelas dalam hukum yang terdapat dalam ayat kitab konstitusi bahwa orang gila, idiot, berumur di bawah 18 tahun digolongkan sebagai manusia yang cacat hukum (handelingsonbekwaam).

UUD NRI 1945 pasal 22 E ayat 1 menyebutkan bahwa “pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,jujur dan adil setiap 5 tahun sekali”. Prinsip pemilihan LUBER dan JURDIL ini adalah bagian dari usaha pemerintah dalam melaksanakan pemilihan yang bersih dan jauh dari yang namanya kepentingan politik praktis, tetapi apalah daya UU hanya sebatas wacana atau hanya dijadikan sebagai topeng legalitas untuk menutupi wajah sang predator otak kotor.

Hal ini menjadi keresahan saya pribadi dan semoga ini menjadi keresahan kita bersama. Pasal 22 E UUD 1945 ayat 5 terkait dengan sifat dari pemilu menyatakan bahwa “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri”. Sifat-sifat yang termaktub dalam ayat kitab konstitusi ini ketika dijalankan sesuai dengan koridornya maka yakin dan percaya proses penyelenggaraan pemilu akan berjalan dengan lancar.

Manipulasi pemilu dilakukan dari peraturan perundang-undangan dan recruitment anggota KPU. Perlu dicatat baik-baik bahwa Kompetisi boleh ketat tetapi tetap terhormat, tanpa pengkondisian terlebih dahulu tetapi akuntable dan trasparan.

Di dalam menyikapi proses pemilu yang sebentar lagi akan diselenggarakan. Maka kita harus menalar bukan berfikir. menalar itu dengan menggunakan indrawi, akal yang disertai dengan analisis yang akurat. Sedangkan berfikir hanya sebatas pemahaman yang berporos pada indrawi dan akal saja tanpa analisis lebih lanjut.

Sekali lagi saya tekankan bahwa bukan persoalan kotak suaranya berbahan dasar kardus, aluminium maupun baja. Tetapi loyalitas dan kesadaran dari tiap-tiap individu sangat diperlukan agar terciptanya peroses pemilihan yang aman, bersih dan jauh dari diskriminasi. Meskipun pada hakekatnya pemilu kita sudah dibajak oleh oligarki politik dan oligarki ekonomi. Hal ini yang perlu kita rubah bersama, kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi.

Alibi-alibi nakal terkait pemilu terbuka yang penuh dengan tipu-tipu muslihat seyogyanya harus kita hilangkan di bumi Indonesia tercinta ini. Harapannya semoga penyelenggaraan pesta Demokrasi di tahun 2019 ini bersih ,sehat, aman, tentram dan jauh dari diskriminasi yang dapat menimbulakan kebencian yang amat mendalam antara yang memimpin dan yang dipimpin.

*Oleh : Indy Apriansah (Aktivis IMM Tamaddun FAI Universitas Muhammadiyah Malang)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment